5 cara jitu mengendalikan amarah dalam islam.
Kemarahan itu pasti ada disetiap manusia, karena Marah sendiri mempunyai arti secara istilah:
Secara isitlah Marah mempunyai makna perubahan dalam diri, atau emosi yang dibawa oleh kekuaatan dan rasa dendam demi menghilangkan kemuruh didalam dada,

Mengendalikan amarah dalam islam

Karena marah ini ada pada diri setiap manusia, maka rasululah mengajarkan umatnya agar dapat menhan kemaran itu, karena dapat dari kemarahan hanya akan merugi diri sendiri dan orang lain, maka dalam sebuah Hadist Rasulullah berkata untuk orang yang dapat menahan amarahannya maka jaminannya adalah Surga.

beliau menjanjikan dalam sabdanya yang sangat ringkas,

لا تغضب ولك الجنة

Jangan marah, bagimu surga.”
(HR. Thabrani dan dinyatakan shahih dalam kitab shahih At-Targhib no. 2749)

Sebuah janji yang sangat luar biasa untuk memotivasi setiap umatnya agar senantiasa menahan amarahannya dari segala hal yang dapat menimbulkan kemarahan,

lalu pertanyaanya adakah tips atau cara mengendalikan emosi ketika kita sedang dalam keadaan marah?

Tenang saja Rasulullah sangat sayang kepada umatnya maka rasulullah memberikan tips atau cara untuk menahan emosi ketika sedang marah.

Berikut tips menahan emosi saat marah.


Agar kita semua bisa terhindar dari dosa yang ditimbulkan oleh emosi amarahnya , maka rasulullah memberikan tips untuk menahan emosi ketika dalam keadaan marah.

1. segera memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan.

dengan membaca ta’awudz:

أعوذُ بالله مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجيمِ

A-‘UDZU BILLAHI MINAS SYAITHANIR RAJIIM

Karena sumber marah adalah setan, sehingga godaannya bisa diredam dengan memohon perlindungan kepada Allah.

Dari sahabat Sulaiman bin Surd radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

Suatu hari saya duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu ada dua orang yang saling memaki. Salah satunya telah merah wajahnya dan urat lehernya memuncak.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِني لأعلمُ كَلِمَةً لَوْ قالَهَا لذهبَ عنهُ ما يجدُ، لَوْ قالَ: أعوذُ بالله مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجيمِ، ذهب عَنْهُ ما يَجدُ

"Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat, jika dibaca oleh orang ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta’awudz: A’-uudzu billahi minas syaithanir rajiim, marahnya akan hilang. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seseorang marah, kemudian membaca: A-‘udzu billah (saya berlindung kepada Allah) maka marahnya akan reda.” (Hadis shahih – silsilah As-Shahihah, no. 1376)

2. Diamlah dan jangan berbicara.

Biasanya orang yang sedang marah itu suka berbicara yang tidak pantas, maka usahakan ketika kita dalam keadaan marah dan emosi yang sulit sekali untuk ditahan maka diamlah jangan berkata apapun kecuali beristigfar dalam hati.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ

Jika kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad dan Syuaib Al-Arnauth menilai Hasan lighairih).

Rasulullah sangat takut jiak hambanya sedang marah kemudian ia berbicara maka, ucapan yang keluar dari lisannya itu ucapan yang dapat menjadi dosa untuknya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,

إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ، مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا، يَزِلُّ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ المَشْرِقِ

Sesungguhnya ada hamba yang mengucapkan satu kalimat, yang dia tidak terlalu memikirkan dampaknya, namun menggelincirkannya ke neraka yang dalamnya sejauh timur dan barat. (HR. Bukhari dan Muslim)

Di saat kesadaran kita berkurang, di saat nurani kita tertutup nafsu, jaga lisan baik-baik, jangan sampai lidah tak bertulang ini, menjerumuskan anda ke dasar neraka.

3.Jika sedang marah maka jangan berdiri hendaklah untuk duduk.

Biasanya tabiat orang yang sedang marah itu selalu ingin berdiri lebih tinggi, ucapan yang lebih sombong, karena darah langusng naik ke bagian kepala, membuat kepala ini dibenuhi dengan darah emosi, maka jika dalam keadaan marah hendaklah untuk duduk agar darah bisa stabil dan emosi berkurang.

Karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan saran sebaliknya.
Agar marah ini diredam dengan mengambil posisi yang lebih rendah dan lebih rendah.
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan,

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ

Apabila kalian marah, dan dia dalam posisi berdiri, hendaknya dia duduk. Karena dengan itu marahnya bisa hilang. 
Jika belum juga hilang, hendak dia mengambil posisi tidur.
(HR. Ahmad 21348, Abu Daud 4782 dan perawinya dinilai shahih oleh Syuaib Al-Arnauth).

Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, sahabat yang meriwayatkan hadis ini, melindungi dirinya ketika marah dengan mengubah posisi lebih rendah.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya, dari Abul Aswad Ad-Duali, beliau menceritakan kejadian yang dialami Abu Dzar,

Suatu hari Abu Dzar mengisi ember beliau. Tiba-tiba datang beberapa orang yang ingin mengerjai Abu Dzar. ‘Siapa diantara kalian yang berani mendatangi Abu Dzar dan mengambil beberapa helai rambutnya?’ tanya salah seorang diantara mereka. “Saya.” Jawab kawannya.
Majulah orang ini, mendekati Abu Dzar yang ketika itu berada di dekat embernya, dan menjitak kepala Abu Dzar untuk mendapatkan rambutnya. Ketika itu Abu Dzar sedang berdiri. Beliaupun langsung duduk kemudian tidur.

Melihat itu, orang banyak keheranan. ‘Wahai Abu Dzar, mengapa kamu duduk, kemudian tidur?’ tanya mereka keheranan.
Abu Dzar kemudian menyampaikan hadis di atas. Subhanallah.., demikianlah semangat sahabat dalam mempraktekkan ajaran nabi mereka.
Mengapa duduk dan tidur?

Al-Khithabi menjelaskan,

القائم متهيئ للحركة والبطش، والقاعد دونه في هذا المعنى، والمضطجع ممنوع منهما، فيشبه أن يكون النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنما أمره بالقعود لئلا تبدر منه في حال قيامه وقعوده بادرة يندم عليها فيما بعدُ

Orang yang berdiri, mudah untuk bergerak dan memukul, orang yang duduk, lebih sulit untuk bergerak dan memukul, sementara orang yang tidur, tidak mungkin akan memukul. 
Seperti ini apa yang disampaikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Perintah beliau untuk duduk, agar orang yang sedang dalam posisi berdiri atau duduk tidak segera melakukan tindakan pelampiasan marahnya, yang bisa jadi menyebabkan dia menyesali perbuatannya setelah itu. (Ma’alim As-Sunan, 4/108)

4.cobalah untuk selalu mengingat hadist ini ketika marah.

Dari Muadz bin Anas Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قادرٌ على أنْ يُنفذهُ دعاهُ اللَّهُ سبحانهُ وتعالى على رءوس الخَلائِقِ يَوْمَ القيامةِ حتَّى يُخيرهُ مِنَ الحورِ العين ما شاءَ

Siapa yang berusaha menahan amarahnya, padahal dia mampu meluapkannya, maka dia akan Allah panggil di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat, sampai Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang dia kehendaki. (HR. Abu Daud, Turmudzi, dan dihasankan Al-Albani)

Jika kita kaji kembali,makna yang terdapat pada hadist rasulullah ini maka begitu besar pahala ganjaran untuk orang yang bisa menahan emosinya ketika sedang marah.
Ingatlah kawan bidadari telah menunggu untuk orang-orang yang sabar.

Mula Ali Qori mengatakan,

وَهَذَا الثَّنَاءُ الْجَمِيلُ وَالْجَزَاءُ الْجَزِيلُ إِذَا تَرَتَّبَ عَلَى مُجَرَّدِ كَظْمِ الْغَيْظِ فَكَيْفَ إِذَا انْضَمَّ الْعَفْوُ إِلَيْهِ أَوْ زَادَ بِالْإِحْسَانِ عَلَيْهِ

Pujian yang indah dan balasan yang besar ini diberikan karena sebatas menahan emosi. Bagaimana lagi jika ditambahkan dengan sikap memaafkan. (Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan Turmudzi, 6/140).

Berikut ini juga hadist yang bisa kita ingat ketika kita hendak marah, karena hadist yang satu ini juga bisa menjadi motivasi untuk bersabar.

Hadis dari Ibnu Umar,

من كف غضبه ستر الله عورته ومن كظم غيظه ولو شاء أن يمضيه أمضاه ملأ الله قلبه يوم القيامة رضا

Siapa yang menahan emosinya maka Allah akan tutupi kekurangannya. Siapa yang menahan marah, padahal jika dia mau, dia mampu melampiaskannya, maka Allah akan penuhi hatinya dengan keridhaan pada hari kiamat. (Diriwayatkan Ibnu Abi Dunya dalam Qadha Al-Hawaij, dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

Ya, tapi yang sulit bukan hanya itu. Ada satu keadaan yang jauh lebih sulit untuk disuasanakan sebelum itu, yaitu mengkondisikan diri kita ketika marah untuk mengingat balasan besar dalam hadis di atas. Umumnya orang yang emosi lupa segalanya.
Sehingga kecil peluang untuk bisa mengingat balasan yang Allah berikan bagi orang yang bisa menahan emosi.

Siapakah kita dibandingkan Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu.
Sekalipun demikian, beliau terkadang lupa dengan ayat dan anjuran syariat,
ketika sudah terbawa emosi.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan bahwa ada seseorang yang minta izin kepada Khalifah Umar untuk bicara. Umarpun mengizinkannya.

Ternyata orang ini membabi buta dan mengkritik habis sang Khalifah.

‘Wahai Ibnul Khattab, demi Allah, kamu tidak memberikan pemberian yang banyak kepada kami, dan tidak bersikap adil kepada kami.”

Mendengar ini, Umarpun marah, dan hendak memukul orang ini. Sampai akhirnya Al-Hur bin Qais (salah satu teman Umar) mengingatkan,

‘'Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah berfirman kepada nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya): ‘Berikanlah maaf, perintahkan yang baik, dan jangan hiraukan orang bodoh.’ dan orang ini termasuk orang bodoh.’
Demi Allah, Umar tidak jadi melampiaskan emosinya ketika mendengar ayat ini dibacakan. Dan dia adalah manusia yang paling tunduk terhadap kitab Allah. (HR. Bukhari 4642).

Pada kasus sebaliknya, ada orang yang marah di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliaupun meminta salah satu sahabat untuk mengingatkannya, agar membaca ta’awudz, A-‘udzu billahi minas syaithanir rajim.

وَقَالَ: له أحد الصحابة «تَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ» فَقَالَ: أَتُرَى بِي بَأْسٌ، أَمَجْنُونٌ أَنَا، اذْهَب

Salah satu temannya mengingatkan orang yang sedang marah ini: ‘Mintalah perlindungan kepada Allah dari godaan setan!’ Dia malah berkomentar: ‘Apakah kalian sangka saya sedang sakit? Apa saya sudah gila? Pergi sana!’ (HR. Bukhari 6048).

5.berwudlu ketika sedang emosi

Kemarahan itu datangnya dari syaitan, dan kita semua tau bahwa syaitan itu terbuat dari api maka ketika kita marah bersegerahlah untuk berwudlu agar api kemarahan yang di timbulkan oleh syaitan segera hilang.

Terdapat hadis dari Urwah As-Sa’di radhiyallahu ‘anhu, yang mengatakan,

إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ

"Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaknya dia berwudhu. (HR. Ahmad 17985 dan Abu Daud 4784)

Dalam riwayat lain, dari Abu Muslim Al-Khoulani, beliau menceritakan,
Bahwa Amirul Mukminin Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu pernah berkhutbah di hadapan masyarakat. Dan ketika itu, gaji pegawai belum diserahkan selama dua atau tiga bulan. Abu Muslim-pun berkata kepada beliau,

‘Hai Muawiyah, sesungguhnya harta itu bukan milikmu, bukan milik bapakmu, bukan pula milik ibumu.’
Mendengar ini, Muawiyah meminta hadirin untuk diam di tempat.
Beliau turun dari mimbar, pulang dan mandi, kemudian kembali dan melanjutkan khutbahnya,

‘'Wahai manusia, sesungguhnya Abu Muslim menyebutkan bahwa harta ini bukanlah milikku, bukan milik bapakku, bukan pula milik ibuku. Dan Abu Muslim benar.
kemudian beliau menyebutkan hadis,

الغضب من الشيطان ، والشيطان من النار ، والماء يطفئ النار ، فإذا غضب أحدكم فليغتسل

"Marah itu dari setan, setan dari api, dan air bisa memadamkan api. Apabila kalian marah, 
mandilah. Lalu Muawiyah memerintahkan untuk menyerahkan gaji mereka.
(HR. Abu Nuaim dalam Hilyah 2/130, dan Ibnu Asakir 16/365).

Dua hadis ini dinilai lemah oleh para ulama. Hadis pertama dinilai lemah oleh An-Nawawi sebagaimana keterangan beliau dalam Al-Khulashah (1/122). Syuaib Al-Arnauth dalam ta’liq Musnad Ahmad menyebutkan sanadnya lemah. Demikian pula Al-Albani menilai sanadnya lemah dalam Silsilah Ad-Dhaifah no. 581.

Hadis kedua juga statusnya tidak jauh beda. Ulama pakar hadis menilainya lemah. Karena ada perowi yang bernama Abdul Majid bin Abdul Aziz, yang disebut Ibnu Hibban sebagai perawi Matruk (ditinggalkan).

Ada juga ulama yang belum memastikan kelemahan hadis ini.
Diantaranya adalah Ibnul Mundzir. Beliau mengatakan,

إن ثبت هذا الحديث فإنما الأمر به ندبا ليسكن الغضب ، ولا أعلم أحدا من أهل العلم يوجب الوضوء منه

Jika hadis ini shahih, perintah yang ada di dalamnya adalah perintah anjuran untuk meredam marah dan saya tidak mengetahui ada ulamayang mewajibkan wudhu ketika marah. (Al-Ausath, 1/189).

Karena itulah, beberapa pakar tetap menganjurkan untuk berwudhu, tanpa diniatkan sebagai sunah. Terapi ini dilakukan hanya dalam rangka meredam panasnya emosi dan marah. Dr. Muhammad Najati mengatakan,

يشير هذا الحديث إلى حقيقة طبية معروفة ، فالماء البارد يهدئ من فورة الدم الناشئة عن الانفعال ، كما يساعد على تخفيف حالة التوتر العضلي والعصبي ، ولذلك كان الاستحمام يستخدم في الماضي في العلاج النفسي

Hadis ini mengisyaratkan rahasia dalam ilmu kedokteran. Air yang dingin, bisa menurunkan darah bergejolak yang muncul ketika emosi. Sebagaimana ini bisa digunakan untuk menurunkan tensi darah tinggi. Karena itulah, di masa silam, terapi mandi digunakan untuk terapi psikologi.
(Hadis Nabawi wa Ilmu An-Nafs, hlm. 122. dinukil dari Fatwa islam, no. 133861)

اَللَّهُمَّ نَسْأَلُكَ كَلِمَةَ الحَقِّ فِي الرِضَا وَالغَضَبِ

Ya Allah, kami memohon kepada-Mu kalimat haq ketika ridha (sedang) dan marah
[Doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalatnya – shahih Jami’ As-Shaghir no. 3039]
Sumber: konsultasisyaria.com